Kota Kupang merupakan jantung Kota
Provinsi Nusa Tenggara Timur yang juga memiliki keunikan pariwisatanya.
Kecamatan Alak menjadi salah satu jualan pariwisata yang terkenal dengan Gua
Kristalnya serta gua monyet yang memberi keunikan tersendiri bagi para pecinta
jalan-jalan.
Perjalanan menuju lokasi ini pun akan
dihiasi dengan pemandangan garis pantai yang indah dari ketinggian dan tampak
beberapa dermaga pelabuhan ikan yang bisa menjadi cerita tersendiri. Tidak jauh
dari pelabuhan ikan terbesar di Kota Kupang ini, terdapat pemukiman padat penduduk
yang berada di atas tebing dengan kontur tanah rawan longsor yang tepat
dibawahnya terdapat jurang besar yang menjadi jalur air menuju ke laut.
Pemukiman padat yang berlokasi di RT 08 RW
03 Kelurahan Alak ini masuk dalam SK Kumuh oleh Pemerintah Kota Kupang sejak
tahun 2014, pasalnya masuk dalam 7 indikator kumuh dimana salah satunya adalah
tidak adanya akses jalan yang layak di pemukiman tersebut hingga menyulitkan warga beraktivitas ke luar
kampung. Selain itu, tidak ada tempat pembuangan sampah yang layak hingga jurang
yang seharusnya bisa menjadi jalur pembuangan limbah cair justru menjadi tempat
pembuangan sampah warga.
Kondisi ini berlangsung cukup lama hingga
Kelurahan Alak di wilayah RT 04 dan RT
08 yang juga masuk dalam SK Kumuh Pemerintah Kota Kupang mendapat bantuan
pembangunan jalan atas bantuan Pemerintah Kota Kupang, CSR Bank BRI dan PT
Pelindo yang berkolaborasi dengan Program Kota Tanpa Kumuh ( KOTAKU ). Proses
inipun tidaklah singkat lantaran dimulai dari Badan Keswadayaan masyarakat (
BKM ) Kelurahan Alak “ Bersatu Untuk Maju “ bersama masyarakat melakukan
pendataan indikator kumuh pada setiap RT, yang kemudian hasil temuan itu
dimasukan dalam pembuatan dokumen Rencana Penataan Lingkungan Pemukiman ( RPLP
) untuk ditindaklanjuti dalam fokus pembangunan kedepan. Selanjutnya dimulai
dengan sosialisasi berkala dan pendataan lahan warga yang akan dibebaskan dalam
pembangunan jalan.
Ketua RW 03 Kelurahan Alak Felius Tennis berkisah
proses sosialisasi awal guna pendekatan kepada warga cukuplah sulit lantaran
beberapa warga keberatan membebaskan lahannya untuk pembangunan jalan. Namun
dengan pendekatan kekeluargaan dengan mengutamakan kepentingan bersama pembangunan
jalan pun terlaksana pada tahun 2018 lalu dengan panjang jalan 2000 meter.
Tidak hanya itu edukasi perilaku hidup sehat yang bebas dari sampah pun terus
berjalan hingga saat ini.
Felius pun tak menyangka walau proses
pembangunan jalan ini berlangsung cukup panjang tapi akhirnya warga pun dengan
kesadaran pribadi justru bersemangat dan antusias terlibat dalam pembangunan
jalan ini.“ Sekarang kami semua dapat merasakan
banyak manfaat dari pembangunan jalan ini, tidak hanya secara sosial tapi juga
ekonomi warga“, ceritanya antusias.
Felius pun tak pernah menyangka pemukiman
padat di ketinggian dengan lorong sempit seperti terisolir dan sangat dekat
dengan jurang yang curam ini dapat dibangun jalan yang layak. Jika sebelumnya
warga harus memutar jalur yang lebih panjang untuk keluar dari kompleks
pemukiman, pemenuhan air bersih juga sulit dengan akses perpipaan ataupun
pengantaran air bersih dengan tangki karena belum tersedianya akses jalan. Kini
kesulitan itu tidak dirasakan lagi, warga sangat terbantu dengan akses jalan baru
ini, kekhawatiran orangtua ketika anak-anak pulang sekolah yang sebelumnya
melalui jalur panjang yang cukup berbahaya kini jadi lebih aman, hasil jualan
barang bekas warga juga dimudahkan dalam proses antar ataupun ambil dari
konsumen, penyortiran air tangki juga sudah bisa masuk ke rumah warga.
Felius juga berharap agar warga tetap
menjaga dan berperan aktif memelihara jalan yang sudah ada, serta tidak
membuang sampah ke jalan ataupun jurang yang nantinya juga akan mempersulit
warga sendiri.
Penulis
Kristina J Tehang
Sub Proff Communication
OSP 05 NTT